Wednesday 31 October 2018

Nozomanu Fushi no Boukensha Vol.1 Ch.2 Bag.1


Note :
Hallo, lama tidak update ... Maafkeun.
Selanjutnya juga akan update pada sela-sela waktu saja.
Anyway, happy reading~


Translate by Big Saber bro



2-1. Petualang Rina



“...Yah!!”

Mengayunkah pedangnya ke arah Skeleton adalah seorang gadis, yang suaranya tampak berdering lebih bertenaga dibandingkan ayunan pedangnya.

Kualitas perlengkapannya, atau kurangnya kesadaran akan hal itu, adalah hal pertama yang membuatku terkejut. Gadis tersebut baju pelindung murah, diiringi dengan pedang satu tangan yang sama saja murah. Dia pasti petualang pemula tingkat Iron-class.

Mungkin perlu diperhatikan bahwa diriku sangat akrab dengan sesama rekan petualangku, setidaknya pada mereka yang berada di Maalt. Namun, gadis ini, aku tidak kenalnya—itulah sebab asumsiku.

Meskipun petualang Iron-class suatu hari akan melampauiku dan dipandang tidak lebih selain saingan potensial, aku pastikan untuk mengingat wajah mereka dan belajar mengenal mereka lebih baik—jika ada cara dimana aku bisa menghindari hujatan para petualang karena aku tidak berbakat. Aku memilih berteman dengan mereka semua, dengan tambahan mengingat posisi sosial dan koneksi mereka, sebelum menjalani jalan yang berbeda.

Perlu dicatat sementara aku tidak berbakat dalam berpetualang, sebaliknya aku diberkati dengan ingatan dan kecerdasan dalam menemukan solusi, menyebabkanku dengan mudah mengungguli kepandaian setiap petualang Iron-class yang merencanakan hal buruk atau semacam hal lainnya. Oleh karena itu, kelicikanku terkenal sampai diantara petualang tingat tinggi di Maalt, dan berakhir tidak memiliki teman. Ini juga disebabkan oleh fakta bahwa Maalt kebanyakan terdiri dari petualang yang bermoral baik.

Ditambah lagi, aku benar-benar menghantamkan nilai moral pada petualang yang kurang berperilaku baik sejak mereka memulai karirnya. Hal ini terus berefek, sampai akhirnya mempengarungi segala perkembangan karakter para petualang di kota Maalt. Ini adalah satu alasan kenapa diriku tidak diminta pensiun oleh Guild setelah selama ini, meskipun aku terhenti di salah satu tingkat petualang paling rendah hampir selama satu dekade.

Sederhananya, aku adalah seorang ahli siasat yang unggul—dalam hal baik, tentu saja.

Aku mengalihkan kembali perhatianku pada petualang muda tersebut. Tidak hanya dia mengenakan dalam perlengkapan untuk pemula, ketangkasannya-pun terlihat jauh lebih buruk. Kenyataannya, dia terlihat lebih lemah jika dibandingkan dengan diriku ketika masih hidup.

Ini mungkin perbandingan yang tidak adil, namun—setiap petualang Bronze-class dengan dapat dengan mudah mengungguli senior Iron-class mereka. Lagi pula, aku, dapat mengalahkan Skeleton tanpa kesulitan. Meskipun tidak mudah, aku yakin dapat melakukannya, dibandingkan dengan fakta bahwa penduduk biasa akan segera berdoa untuk menangkal Skeleton. Bahkan petualang Iron-class harus membentuk kelompok dua atau tiga orang untuk mengalahkan Skeleton.

Dengan begitu, petualangnganku ini setidaknya menggambarkanku sebagai orang yang sedikit mampu—meskipun tidak sampai membuatku bangga.

Dengan berpikir seperti itu aku menganggap gadis dihadapanku ini sangatlah lemah. Meskipun dirinya terlihat berusaha bertarung dengan berani melawan skeleton, satu kesalahan saja dapat membalikkan keadaanya, setelahnya sudah pasti dia akan kalah. Sejauh itulah tingkat kekuatannya.

Namun, meski tidak berpengalaman, petualang tetaplah petualang. In the Ketika ada celah, dia dapat dengan mudah melarikan diri—dan pasti berhasil. Aku tidak terlalu khawatir mengenai keadaannya; setidaknya, itu adalah apa yang baru saja aku pikirkan—

Duh, gusti.

Ketika mengamatinya dengan seksama, situasi tersebut tampak lebih mengerikan dari apa yang sebenarnya telah aku pikirkan. Selayaknya tidak memikirkan kemungkinan akan kalah, gadis muda tersebut terus menekan, berusaha untuk mengungguli lawannya.

Namun, usahanya, sia-sia. Tentu saja kekurangan stamina yang dibutuhkan, petualang tersebut tertekan, tidak bisa bertahan dari serangan lawannya. Ini adalah potensi terjadinya situasi fatal, berdasarkan fakta dirinya sedang berada di celah labirin sempit dan tidak memiliki rute melarikan diri yang pasti.

Selagi Skeleton terus menekan gadis tersebu kebelakang, dirinya tiba-tiba berhenti.

“...Huh?!”

Punggung gadis tersebut sebenarnya telah dihalangi tembok, dan sepertinya dia baru saja menyadari hal ini.

Aku menggelengkan kepalaku. Ini adalah jebakan yang menimpa petulang ketika mereka gagal memperhatikan kedaan sekitar mereka dengan hati-hati. Sebaliknya, seorang petarung wanita sekalibernya, memerlukan cukup celah untuk mengayunkan pedangnya. Dengan kata lain, takdir petualang tersebut berakhir ketika dirinya terjebak karena tidak berhati-hati.

Seperti menyadari ini, Skeleton yang telah dia lawan ini melangkah mendekatinya, segera mengangkat tangannya dan bergerak untuk menyerangnya dengan tangan kosong.

Sementara Skeleton tersebut tidak memiliki perlengkapan, namun tetap saja, pada akhirnya, adalah seekor monster. Jika serangan itu mengenai petualang yang tidak terlalu mengerti cara bertahan, mereka pasti akan jatuh pingsan. Lebih para lagi, jika serangan itu mendarat di bagian kritis, hal ini mungkin akan menyebabkan kematian. Tidak perlu dikatakan lagi orang pada umumnya tidak dapat menahan serangan seperti itu.

Pada dasarnya, Jika serangan Skeleton itu berhasil, gadis tersebut pasti mati. Aku hanya sampai pada kenyataan ini ketika aku menyimpulkannya.

Meski, aku tidak bermaksud membiarkan gadis ini mati begitu saja—Sederhananya aku bermaksud untuk terus lanjut mengamati pengamatanku, selagi muncul ketika dirinya memerlukan segala macam resiko.

Meskipun aku masuk kedalam momen panas ini sebelum tiba di tempat ini, aku akhirnya menenangkan pikiranku ketika melihat makhluk hidup, manusia yang masih bernafas. Meskipun aku muncul di hadapannya, dia pasti akan menganggapku tidak lebih dari sekedar monster; melakukan interaksi dengannya itu diluar perkiraanku yang paling liar.

Namun, aku tidak bisa begitu saja meninggalkan gadis tersebut mati.

Meskipun aku saat ini memiliki fisik seorang monster, hatiku masih tetaplah manusia. Selain jika orang yang dimaksud ini adalah semacam pembuat masalah, setidaknya, aku pasti, akan berusaha menolongnya. Bagiku, ini adalah tindakan yang benar: petualang senior melindungi hidup juniornya dalam kekejaman labirint yang tidak mengenal ampun.

Itulah mengapa aku melakukan hal ini.

“...GAAAAAAH!!!”

Untuk mengganggu para Skeleton itu dari mangsanya, aku keluar dari sudut labirint, merauang seganas mungkin. Aku tidak begitu yakin rencanaku akan berhasil, lagi pula ini setengahnya mencoba keberuntungan, semata-mata bergantung pada kenyataan bahwa diriku saat ini adalah Ghoul.

Tidak ahli dalam meniru pergerakan monster, aku tidak tahu seberapa besar konsentrasi yang monster perlukan untuk menghasilkan suara keras terus menerus. Monster-monster yang aku kalahkan sampai sekarang memang seketika menganggapku sebagai musuh, karena, mereka segera bersiap untuk bertarung ketika melihatku. Mungkin, ada sesuatu yang berbeda mengenai diriku dibandingkan dengan monster lainnya, karena monster yang dimaksud ini menyadari keberadaanku, juga. Itulah mengapa aku melakukan hal ini—sebaliknya, rencanaku seharusnya memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

Tidak memerlukan waktu lama karena percobaan keberuntunganku telah terbayarkan. Berhenti ditengah-tengah serangannya, Skeleton-Skeleton tersebut berbalik menghadapiku, sebelum melaju ke tepat ke arahku.

Mata gadis tersebut tersebut terbuka lebar dikarenakan perkembangan ini. Tampak sepertinya dia berencana membunuh Skeleton ditempat dimana dia berdiri, ketika punggungnya menghadap ke arah gadis tersebut. Namun, gadis itu tampak terlalu terkejut, sehingga hanya berdiri membuku di tempatnya.

Mau bagaimana lagi: Aku menarik pedangkuI drew my sword, berlari ke arah musuh. Meskipun aku sebenarnya ingin menghematnya, aku mulai menghubungkan spirit[1] kedalam senjataku. Aku harus segera mengakhiri ini dengan serangan mematikan.

Note : Karena sudah lama tidak update. Jika kalian lupa apa itu ‘Spirit’ kalian bisa kembali baca chapter 1 bagian 2 untuk melihat penjelasannya.

Setelah berevolusi menjadi Ghoul, aku jadi sadar mengenai fakta bahwa serangan spirit ini sekarang dapat digunakan beberapa kali tanpa kehabisan energi—jadi aku rasa satu serangan ini tidak akan terlalu merusak persediaanku.

Mengangkat pedangku dalam gerakan terlatih, aku mengerahkan tubuhku kedalam serangan ini, mengayukan pedangku dengan kekuatan yang besar. Itu adalah serangan langsung, mengenai langsung kedalam tubuh bertulang musuh-musuhku. Dalam sekejap, Skeleton-Skeleton ini terbelah menjadi dua bagian rapih, hancur menjadi pecahan-pecahan seperti menyisakan tubuh mereka di atas tanah..

“...Luar biasa... ”

Gadis petualang ini, terkejut, hanya dapat terus menatap pada sisa-sisa bagian yang pada waktu sebelumnya adalah Skeleton.

Aku tidak bisa menyalahkannya. Meskipun Skeleton adalah monster lemah pada umumnya, beberapa adventur dalam tingkatanku dapat dengan mudah membelah mereka menjadi dua. Siapapun dapat terkejut; ya, bahkan diriku.

Ini memang luar biasa.

Huh.

Apa aku selalu sekuat ini?

Itu adalah apa yang aku rasakan setelah mengalahkan Skeleton tadi. Aku berdiri terdiam selama beberapa saat, memikirkan apa yang baru saja terjadi.

Sepertinya sekarang aku menjadi lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Jika aku terus berkembang seperti ini, tujuanku sampai berevolusi menjadi Vampir sepertinya tidak mustahil. Aku merasakan secercah harapan dalam hatiku—meskipun aku mungkin terlalu puas untuk saat ini.

Dengan berpikir seperti itu, aku tersadar kembali—

Gadis itu masih terdiam ditempat dirinya berdiri. Tentu saja dia lebih penting dibandingkan monolog hatiku sendiri.

Apa dia terluka?

Meskipun aku ingin bicara, rasanya seperti ada sesuatu yang menyangkut dalam tenggorokanku, dan segera aku diingatkan bahwa aku yang sekarang tidak lebih dari seorang Ghoul. Aku aku tanpa hati-hati mendekatinya, dia pasti akan melarikan diri; tidak boleh terjadi.

Kalau begitu...apa yang sebaiknya aku lakukan?

Berbalik menatap gadis tersebut, aku meihatnya sedang memegang pedang, menatap ke arahku dengan ketakutan.

Sepertinya kita tidak bisa menyeesaikan masalah ini dengan mudah.






Back - Daftar Isi - Next