Dulu sekali, terdapat seorang dewi.
Karena dia adalah seorang dewi, dia
memiliki kekuatan aneh. Dia menciptakan manusia, membangun peradaban, dan
memenuhi permukaan planet ini dengan kesuburan.
Dewi tersebut dihormati serta disembah
oleh banyak orang.
Dirinya tidak membenci hal ini.
Dirinya mencintai manusia, dan dirinya
mencintai dunia yang telah ia ciptakan.
Sebagai gantinya, manusia mengembangkan
berbagai macam teknologi dan seni, kebodohan dan kebijaksanaan, keburukan dan
kecantikan; dunia tersebut bergemerlapan layaknya sebuah kaledoskop, membuat
sang Dewi terhibur.
Duniapun meluap.
Namun, “waktu tersebut” masih belum tiba.
Yuuki tahu bahwa kesehariannya, sebagian besar
telah, terjamin.
“Kami yakin harus membuat Yuuki-sama
tetap hidup selama mungkin. Lagipula, sulit mencari penggantinya.”
Yah, aku bersyukur atas kebaikanmu, setidaknya,
itu adalah apa yang Yuuki pikirkan sebagai tampilan saja. Namun, sebenarnya dia
berpikir seperti sapi atau babi yang dirawat sepenuh hati hingga dapat dimakan
suatu hari nanti.
“Apa maksudnya keseharian?” Yuuki ingin
memastikannya. Chiyo-san adalah nama pelayan muda sebelumnya dan wanita cantik
sekaligus menakutkan yang merawat mansion milik dewa ini, dia bertanya “Sejauh
mana atau sebatas apa hal ini terjamin?”
“Hampir segalanya, dengan beberapa
pengecualian.”
“Kalau begitu,misalnya, boleh aku tinggal
dengan keluargaku?”
“Tidak masalah.”
“Aku boleh pergi kemanapun tanpa
dibatasi? Luar negri, boleh?”
“Silakan lakukan yang anda suka.”
“Boleh aku punya hubungan romantis
tersendiri?”
“Menjalani masa mudamu bukanlah masalah.”
“Kalau begitu, bagaimana jika aku
merayumu, Chiyo-san?”
“Jika anda sexual frustasi, silakan
lakukan kapanpun itu.”
Yuuki bermaksud untuk bercanda, tapi dia malah
mengangguk dan tersenyum sebagai respon.
Sepertinya dia benar-benar boleh melakukan
apapun. Namun, senyumnya masih menakutkan.
“Kalau begitu, lebih penting lagi, aku
penasaran mengenai beberapa pengecualian ini.”
“Ini bukanlah hal yang terlalu menuntut. Pahami
peranmu dan respond setiap permintaan nyonya muda. Kunjungi nyonya muda pada
hari dan waktu yang ditentukan. Hanya itu.”
“… Sekarang aku sudah tahu, tugas ini
terdengar agak sederhana.”
“Silakan, curahkan rasa terima kasihmu
pada nyonya muda.” Setelah menjawab pertanyaan Yuuki, pelayan tersebut
bicara, “Sebagai tumbal, anda diperbolehkan melakukan apapun, hal ini
merupakan keinginan nyonya muda itu sendiri. Karena dirinya telah sangat baik
seperti ini, aku mohon padamu untuk tidak membuatnya sedih, tolong? Tuan.”
†
“… Begitulah, aku menikah.”
“Lah begitu. Heeeh~” Koiwai Kurumi mengangguk
pada pernyataan Yuuki.
Mereka berada di dalam Murakumo Private High
School, Kelas dua, Ruangan kelas A.
Sementara teman kelas lainnya telah pergi karena
jam sekolah berakhir, mereka, sebagai wakil kelas, sibuk menyusun lembaran.
“…eeh? Eeeh?” Sekitar sepuluh menit telat
bereaksi, Koiwai Kurumi melebarkan matanya. “Tung… eh? Apa katamu?”
“Nah. Aku menikah.” Yuuki mengulanginya selagi
dia mengapit lembaran itu bersamaan.
“Umm…” Rekan wakil kelasnya membuat ekspresi
bingung, “Umm... Maaf Yuuki-kun. Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud dengan
‘begitulah’, tapi aku memang mendengarkan sisanya. Menikah? Serius?”
“Yah. Menikah. Serius.” Yuuki membusungkan
dadanya dan mengusap hidungnya seperti menyombongkan diri.
“Pe-pe-pe-pernikahan. Menikah. Me-ni -kah.
M-e-n-i-k-a-h…” Disi lain, Kurumi terkejut dan dalam kondisi terbata-bata. “…Tidaktidak.
Kalau dipikir-pikir lagi, tidak mungkin itu terjadi. Sudahlah, jangan bohon
padaku, karena aku orangnya mudah percaya.”
“Yah… seperti itulah yang kamu pikirkan ya.”
“Lebih penting lagi, bukannya umurmu sama
denganku, 16? Kamu nggak bisa menikah.”
“Yah… benar sekali.”
“Yuuki-kun jahat ya, ya ampun, ingin menipuku, yang
mana mudah, mudah mempercayaimu dan kemudian kamu menertawaiku. Itu sama saja
penipuan. Ini adalah apa yang mereka sebut penipuan pernikahan.”
Merasa telah mengatakan sesuatu yang cerdas, temannya
ini tertawa, rambutnya sedikit berayun selagi dirinya bergerak.
“Selain itu, jika Yuuki menikah,” Dia mengisi
ulang stapler, “Aku penarasan bagaimana reaksi adikmu.”
“Hmm, pertama, dia mungkin akan jatuh tergeletak.
Kemudian, mulutnya berbusa dan pingsan. Mulai dari situ, dia akan hidup kembali
seperti zombi dan mengumpat diriku. Pada akhirnya, dia akan berkata, aku sangat
membenci Onii-sama, dan menangis. Yah, seharusnya begitu yang terjadi.”
“Benar… itu terdengar tepat sekali.”
“Akan lebih baik jika dia tidak mengambil pisau
dapur.”
“Ya. Adikmu memang brocon.”
“Oh iya…” Yuuki memeriksa lembaran print yang
banyak ini. “Mulai saat ini, bagi siapapun yang mencoba mengincarku, itu
termasuk perselingkuhan. Jangan bermain-main dengan api, benar kan?”
“Aku pikir alasan itu tidak cukup untuk
menahannya.”
“Tidak. Itu hanya asal bicara.”
“Lebih penting lagi, berapa lama kamu akan
meneruskannya? Latar belakang mengenai menikah.”
“Ntah. Justru, aku sendiri ingin tahu.”
“Fuun. Aneh. Meski, aku rasa normal bagi
Yuuki-kun.”
“Yah, sejujurnya …”
Bisa berinteraksi seperti ini, bisa hidup normal
dan berangkat ke sekolah, dia merasa mungkin ini adalah sebagian kecil rasa
senang yang dapat dia pertahankan. Sebenarnya, dia tidak pernah menduga
memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Koiwai Kurumi seperti hari ini—pada
hari itu, ketika dia mendapat panggilan dari organisasi Tsukumo tanpa
keterangan yang je;as, dia pikir dia tidak akan pernah kembali lagi.
Dia sadar masih tidak dapat mengeluh, dia masih
harus memenuhi perannya, dan dia masih harus menjalani keseharian sesuai dengan
asumsi suatu hari dirinya masih tidak dapat kembali … namun, rasanya seperti
dia melihat dirinya sendiri tertabrak oleh truk selagi mengalami perasaan yang
bersangkutan, terkecuali, dia meninggalkan pengalaman tersebut tanpa luka
sedikitpun. Itu adalah apa yang Yuuki rasakan saat ini. Dia merasa kurang
nyata, sampai setelah beberapa hari, hatinya masih tidak merasa yakin.
… Pada akhirnya dia menceritakan seluruh
perasaannya pada Kurumi.
“Jadi begitu.” Dia mengangguk. “Aku paham apa
yang kamu alami. Alasan mengapa kamu bertingkah aneh beberapa hari terakhir, aku
sangat paham.”
“… Apa kamu benar-benar mengerti? Ini dari sudut
pandangku, tapi jika aku dalam posisi Koiwai-san, aku pasti tidak mengerti jika
hanya dari penjelasan tadi.”
“Aku mengerti, tentu saja. Lagi pula, Yuuki-kun cukup
populer diantara wanita, tidak aneh.”
“Apa?” Yuuki berekspresi seperti mempertanyakan
apa yang dia bicarakan.
Di sisi lainnya, ekspresi Kurumi seolah-olah
mengatakan telah mengerti segala sesuatunya.
“Coba, Yuuki-kun, terkadang kamu bilang begini? Hidup
adalah bukti, atau kalimat semacam ini. Anggap saja kamu mendapat penerangan,
seperti pikiranmu terbuka untuk sesuatu yang baru...semacam itu.”
“Aku tidak seperti itu. Ada batasnya kalau ingin
melebih-lebihkan tahu?”
“Mungkin. Tapi begini ya, kebanyakan gadis
melihat apa yang didalam lebih penting daripada bagian luar. Namun, realita
tidak seperti itu, Seperti apa kamu terlihat dan impresi apa yang kamu berikan
adalah hal yang sangat penting.”
“Fuun. Apa benar begitu?”
“Yankee jadi populer sebab ada alasannya. Apa
kamu pikir rambut mereka, diwarnai warna aneh dan diberdirikan mirip seperti
merak jantan dengan bulu indah mereka? Pokoknya, seseorang yang menampilkan
sisi baik mereka adalah pemenang.”
Aku mengerti. Aku merasa dapat memahaminya.
“Pada dasarnya, wanita lemah terhadap laki-laki nakal.
Apa yang kamu lihat sebagai makhluk yang rumit sebenarnya sangatlah sederhana.”
“laki-laki nakal…”
“Ada banyak orang yang memberikan impresi
seperti itu, misalnya terlihat dingin, tapi Yuuki-kun bukan seperti itu. Apa
yang tampak dari dirimu… adalah bau kematian.”
“Fufu. Jadi, tidak ada yang dapat dipuji
mengenai diriku?”
“Tidaktidak, tidak mungkin seperti itu. Lagipula,
Yuuki-kun adalah tuan muda dari keluarga kaya. Jika aku memikirkannya kembali
aku dapat memikirkan banyak hal hebat? Ufufu.”
“Agh—! Semua wanita pada dasarnya mengincar
harta, kan!”
“Cinta dan harta sama0sama penting. …Ah, ada
yang salah di lembar print itu.”
“O.K. Aku akan memperbaikinya.”
Interaksi seperti itu terjadi setelah sesi
sekolah mereka berakhir.
“Yah, sampai jumpa besok, Yuuki-kun.”
Seperti biasa, selalu itulah kalimat
perpisahannya. Mereka sudah kenal lama sehingga dia menjadi orang yang dapat
dipercaya mengenai masalah dirinya saat ini. Karena itulah baginya, terdapat
sebuah arti dalam kalimat, “sampai jumpa besok”, dia pikir.
Aku harap, masih ada hari esok.
Aku harap, besok, dan hari setelahnya, seterusnya,
akan berlalu tanpa satupun masalah.