Monday 6 May 2019

MonRabu Volume 1 : Chapter 2 - Bagian 1






Dulu sekali, terdapat seorang dewi.
Karena dia adalah seorang dewi, dia memiliki kekuatan aneh. Dia menciptakan manusia, membangun peradaban, dan memenuhi permukaan planet ini dengan kesuburan.
Dewi tersebut dihormati serta disembah oleh banyak orang.
Dirinya tidak membenci hal ini.
Dirinya mencintai manusia, dan dirinya mencintai dunia yang telah ia ciptakan.
Sebagai gantinya, manusia mengembangkan berbagai macam teknologi dan seni, kebodohan dan kebijaksanaan, keburukan dan kecantikan; dunia tersebut bergemerlapan layaknya sebuah kaledoskop, membuat sang Dewi terhibur.
Duniapun meluap.
Namun, “waktu tersebut” masih belum tiba.




Yuuki tahu bahwa kesehariannya, sebagian besar telah, terjamin.

“Kami yakin harus membuat Yuuki-sama tetap hidup selama mungkin. Lagipula, sulit mencari penggantinya.”

Yah, aku bersyukur atas kebaikanmu, setidaknya, itu adalah apa yang Yuuki pikirkan sebagai tampilan saja. Namun, sebenarnya dia berpikir seperti sapi atau babi yang dirawat sepenuh hati hingga dapat dimakan suatu hari nanti.

“Apa maksudnya keseharian?” Yuuki ingin memastikannya. Chiyo-san adalah nama pelayan muda sebelumnya dan wanita cantik sekaligus menakutkan yang merawat mansion milik dewa ini, dia bertanya “Sejauh mana atau sebatas apa hal ini terjamin?

“Hampir segalanya, dengan beberapa pengecualian.”

“Kalau begitu,misalnya, boleh aku tinggal dengan keluargaku?”

“Tidak masalah.”

“Aku boleh pergi kemanapun tanpa dibatasi? Luar negri, boleh?”

“Silakan lakukan yang anda suka.”

“Boleh aku punya hubungan romantis tersendiri?”

“Menjalani masa mudamu bukanlah masalah.”

“Kalau begitu, bagaimana jika aku merayumu, Chiyo-san?”

“Jika anda sexual frustasi, silakan lakukan kapanpun itu.”

Yuuki bermaksud untuk bercanda, tapi dia malah mengangguk dan tersenyum sebagai respon.
Sepertinya dia benar-benar boleh melakukan apapun.  Namun, senyumnya masih menakutkan.

“Kalau begitu, lebih penting lagi, aku penasaran mengenai beberapa pengecualian ini.”

“Ini bukanlah hal yang terlalu menuntut. Pahami peranmu dan respond setiap permintaan nyonya muda. Kunjungi nyonya muda pada hari dan waktu yang ditentukan. Hanya itu.”

“… Sekarang aku sudah tahu, tugas ini terdengar agak sederhana.”

“Silakan, curahkan rasa terima kasihmu pada nyonya muda.” Setelah menjawab pertanyaan Yuuki, pelayan tersebut bicara, “Sebagai tumbal, anda diperbolehkan melakukan apapun, hal ini merupakan keinginan nyonya muda itu sendiri. Karena dirinya telah sangat baik seperti ini, aku mohon padamu untuk tidak membuatnya sedih, tolong? Tuan.”
“… Begitulah, aku menikah.”

“Lah begitu. Heeeh~” Koiwai Kurumi mengangguk pada pernyataan Yuuki.

Mereka berada di dalam Murakumo Private High School, Kelas dua, Ruangan kelas A.
Sementara teman kelas lainnya telah pergi karena jam sekolah berakhir, mereka, sebagai wakil kelas, sibuk menyusun lembaran.

“…eeh? Eeeh?” Sekitar sepuluh menit telat bereaksi, Koiwai Kurumi melebarkan matanya. “Tung… eh? Apa katamu?”

“Nah. Aku menikah.” Yuuki mengulanginya selagi dia mengapit lembaran itu bersamaan.

“Umm…” Rekan wakil kelasnya membuat ekspresi bingung, “Umm... Maaf Yuuki-kun. Aku tidak mengerti apa yang kamu maksud dengan ‘begitulah’, tapi aku memang mendengarkan sisanya. Menikah? Serius?”

“Yah. Menikah. Serius.” Yuuki membusungkan dadanya dan mengusap hidungnya seperti menyombongkan diri.

“Pe-pe-pe-pernikahan. Menikah. Me-ni -kah. M-e-n-i-k-a-h…” Disi lain, Kurumi terkejut dan dalam kondisi terbata-bata. “…Tidaktidak. Kalau dipikir-pikir lagi, tidak mungkin itu terjadi. Sudahlah, jangan bohon padaku, karena aku orangnya mudah percaya.”

“Yah… seperti itulah yang kamu pikirkan ya.”

“Lebih penting lagi, bukannya umurmu sama denganku, 16? Kamu nggak bisa menikah.”

“Yah… benar sekali.”

“Yuuki-kun jahat ya, ya ampun, ingin menipuku, yang mana mudah, mudah mempercayaimu dan kemudian kamu menertawaiku. Itu sama saja penipuan. Ini adalah apa yang mereka sebut penipuan pernikahan.”

Merasa telah mengatakan sesuatu yang cerdas, temannya ini tertawa, rambutnya sedikit berayun selagi dirinya bergerak.

“Selain itu, jika Yuuki menikah,” Dia mengisi ulang stapler, “Aku penarasan bagaimana reaksi adikmu.”

“Hmm, pertama, dia mungkin akan jatuh tergeletak. Kemudian, mulutnya berbusa dan pingsan. Mulai dari situ, dia akan hidup kembali seperti zombi dan mengumpat diriku. Pada akhirnya, dia akan berkata, aku sangat membenci Onii-sama, dan menangis. Yah, seharusnya begitu yang terjadi.”

“Benar… itu terdengar tepat sekali.”

“Akan lebih baik jika dia tidak mengambil pisau dapur.”

“Ya. Adikmu memang brocon.”

“Oh iya…” Yuuki memeriksa lembaran print yang banyak ini. “Mulai saat ini, bagi siapapun yang mencoba mengincarku, itu termasuk perselingkuhan. Jangan bermain-main dengan api, benar kan?”

“Aku pikir alasan itu tidak cukup untuk menahannya.”

“Tidak. Itu hanya asal bicara.”

“Lebih penting lagi, berapa lama kamu akan meneruskannya? Latar belakang mengenai menikah.”

“Ntah. Justru, aku sendiri ingin tahu.”

“Fuun. Aneh. Meski, aku rasa normal bagi Yuuki-kun.”

“Yah, sejujurnya …”

Bisa berinteraksi seperti ini, bisa hidup normal dan berangkat ke sekolah, dia merasa mungkin ini adalah sebagian kecil rasa senang yang dapat dia pertahankan. Sebenarnya, dia tidak pernah menduga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Koiwai Kurumi seperti hari ini—pada hari itu, ketika dia mendapat panggilan dari organisasi Tsukumo tanpa keterangan yang je;as, dia pikir dia tidak akan pernah kembali lagi.

Dia sadar masih tidak dapat mengeluh, dia masih harus memenuhi perannya, dan dia masih harus menjalani keseharian sesuai dengan asumsi suatu hari dirinya masih tidak dapat kembali … namun, rasanya seperti dia melihat dirinya sendiri tertabrak oleh truk selagi mengalami perasaan yang bersangkutan, terkecuali, dia meninggalkan pengalaman tersebut tanpa luka sedikitpun. Itu adalah apa yang Yuuki rasakan saat ini.  Dia merasa kurang nyata, sampai setelah beberapa hari, hatinya masih tidak merasa yakin.

… Pada akhirnya dia menceritakan seluruh perasaannya pada Kurumi.

“Jadi begitu.” Dia mengangguk. “Aku paham apa yang kamu alami. Alasan mengapa kamu bertingkah aneh beberapa hari terakhir, aku sangat paham.”

“… Apa kamu benar-benar mengerti? Ini dari sudut pandangku, tapi jika aku dalam posisi Koiwai-san, aku pasti tidak mengerti jika hanya dari penjelasan tadi.”

“Aku mengerti, tentu saja. Lagi pula, Yuuki-kun cukup populer diantara wanita, tidak aneh.”

“Apa?” Yuuki berekspresi seperti mempertanyakan apa yang dia bicarakan.

Di sisi lainnya, ekspresi Kurumi seolah-olah mengatakan telah mengerti segala sesuatunya.

“Coba, Yuuki-kun, terkadang kamu bilang begini? Hidup adalah bukti, atau kalimat semacam ini. Anggap saja kamu mendapat penerangan, seperti pikiranmu terbuka untuk sesuatu yang baru...semacam itu.”

“Aku tidak seperti itu. Ada batasnya kalau ingin melebih-lebihkan tahu?”

“Mungkin. Tapi begini ya, kebanyakan gadis melihat apa yang didalam lebih penting daripada bagian luar. Namun, realita tidak seperti itu, Seperti apa kamu terlihat dan impresi apa yang kamu berikan adalah hal yang sangat penting.”

“Fuun. Apa benar begitu?”

“Yankee jadi populer sebab ada alasannya. Apa kamu pikir rambut mereka, diwarnai warna aneh dan diberdirikan mirip seperti merak jantan dengan bulu indah mereka? Pokoknya, seseorang yang menampilkan sisi baik mereka adalah pemenang.”

Aku mengerti. Aku merasa dapat memahaminya.

“Pada dasarnya, wanita lemah terhadap laki-laki nakal. Apa yang kamu lihat sebagai makhluk yang rumit sebenarnya sangatlah sederhana.”

“laki-laki nakal…”

“Ada banyak orang yang memberikan impresi seperti itu, misalnya terlihat dingin, tapi Yuuki-kun bukan seperti itu. Apa yang tampak dari dirimu… adalah bau kematian.”

“Fufu. Jadi, tidak ada yang dapat dipuji mengenai diriku?”

“Tidaktidak, tidak mungkin seperti itu. Lagipula, Yuuki-kun adalah tuan muda dari keluarga kaya. Jika aku memikirkannya kembali aku dapat memikirkan banyak hal hebat? Ufufu.”

“Agh—! Semua wanita pada dasarnya mengincar harta, kan!”

“Cinta dan harta sama0sama penting. …Ah, ada yang salah di lembar print itu.”

“O.K. Aku akan memperbaikinya.”

Interaksi seperti itu terjadi setelah sesi sekolah mereka berakhir.

“Yah, sampai jumpa besok, Yuuki-kun.”

Seperti biasa, selalu itulah kalimat perpisahannya. Mereka sudah kenal lama sehingga dia menjadi orang yang dapat dipercaya mengenai masalah dirinya saat ini. Karena itulah baginya, terdapat sebuah arti dalam kalimat, “sampai jumpa besok”, dia pikir.

Aku harap, masih ada hari esok.
Aku harap, besok, dan hari setelahnya, seterusnya, akan berlalu tanpa satupun masalah.