Friday, 24 May 2019

MonRabu Volume 1 : Chapter 2 - Bagian 3


—Dua puluh menit kemudian.

Yuuki akhirnya berhadapan dengan Kanaruzawa Sekai yang telah berpakaian dengan pantas.

“Fuu. Ini lebih baik.” Pukapuka, dewi ini mengisap cerutunya selagi menghela nafas dengan lega. “Bagaimanapun juga,  ada banyak hal di dunia ini yang aku tidak ketahui. Aku sadar pengetahuan umumku tidak sebanding dengan manusia pada umumnya.”

“Apa begitu? Baguslah.”

“Pengalaman hari ini merupakan pelajaran untuk masa depan. Aku berterima kasih padamu, Yuuki. Karena dirimu, aku jadi sedikit lebih bijak.”

“Sama-sama… Oh iya…” Duduk diatas kursi tamu, Yuuki bertanya padanya. “Kalau bisa, bisa tidak kamu menghadap ke arahku ketika kita bicara? Dari tadi, kamu selalu membelakangiku ketika bicara.”

“Aku menolak.” Selagi duduk diatas kursi goyang dan menghadap ke luar jendela, dewi ini menolaknya dengan tegas. “Setidaknya untuk hari ini, aku memutuskan untuk tidak melihat wajahmu hari ini. Ini adalah apa yang aku sendiri, sebagai dewi, telah putuskan.”

“…yah, aku mengerti perasaanmu, tapi…”

“Dalam hidupku selama ribuan tahun, tadi adalah hal paling memalukan yang pernah aku lakukan.” Dia memijat bahunya selagi merinding, “Sebenarnya, mungkin ada yang aneh padaku. Sekarang dipikir-pikir lagi, aku sepenuhnya diarahkan oleh Chiyo... ini adalah salahnya.”

“Benar. Dia yang salah.”

“Oleh karena itu, aku tidak salah.”

“Tidak. Biasanya, orang pikir kamu masih harus bertanggung jawab dalam masalah ini.”

“Muu?”

“Jadi, tolong lihat kesini. Jika tidak, rasanya sulit bicara denganmu. Lagi pula, bukannya ini tidak sopan? Kamu adalah dewi, dan aku adalah milikmu, tapi aku masih secamam tamu disini.”

“Munu…” Dengan sedikit suara protest, sang dewi mulai terdiam.

Setelah beberapa saat, dia berbalik meski benar-benar tidak ingin, “Menghadapi aku yang tua dan pendek ini, sepertinya kamu terlalu ketat.”

“Aku tidak mau mendengarnya dari orang yang telah hidup selama ribuan tahun.”

“Tapi, kamu ada benarnya juga. Dan dengan begitu, aku akan berbalik dan bicara denganmu. Aku akan menahan rasa maluku.”

Mengejutkannya, dia cukup jujur ternyata.

Setelah melihatnya seperti ini, Yuuki akhirnya merasa lebih tertarik padanya. Tidak mungkin dia membencinya.

“Baiklah. Kalau begitu, sekali lagi. Halo, Kami-sama.”

“Y-yah. Halo, Kirishima Yuuki.”

“Ini pertama kalinya kita bicara baik-baik satu sama lain. Dengan ini, kita bisa menganggap ini sebagai pertama kita bertemu, dan membuka langkah yang logis.”

“Ya. Benar.”

“Cuaca hari ini sangat bagus. Meski beberapa hari terakhir bersalju.”

“Yah. Hari ini hangat dan membuat nyaman.”

Setelah dia selesai merokok sebatang cerutu, Sekai megambil dan merokok sekali lagi. Gerakannya cepat. Menurut pengetahuan umum Yuuki yang berlimpah, cerutu seharusnya dinikmati perlahan dalam waktu yang lama … mungkin memang tidak terlalu lama, atau mungkin dirinya yang sangat gugup.

“Untuk saat ini, ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan.”

“Yahh. Silakan tanya apapun.”

“Hubungan kita, bagaimana jadinya nanti?”

“Hmm?”

“Aku dipersembahkan padamu sebagai tumbal, dan itu artinya aku adalah milikmu. Benar, kan?”

“Ya. Benar.”

“Namun, aku malah melamarmu, dan kamu menerimanya. Oleh karena itu, kita memiliki hubungan suami istri... sebenarnya bagaimana ini? Hubungan mana yang harus didahulukan?”

“Aku bingung juga kalau begitu.” Dewi tersebut menjawab tanpa ragu. “Mengenai hubungan kita, baik Chiyo atau organisasi Tsukumo belum mengatakan apapun mengenai ini. Makanya, aku tidak bisa menilai, ataupun membuat keputusan pada hal ini.”

“…sangat ceroboh…”

“Tidak perlu dipikirkan. Tidak masalah meski kamu tidak memikirkan hal yang tidak dimengerti. Tidak ada yang mengatakan ini padamu sebelumnya, kan?”

“Iya sih, benar juga. Tidak ada yang mengatakannya padaku.”

“Apa lagi yang ingin kamu tanyakan?”

“Umm, ya…oh iya, sebenarnya kenapa aku terpilih? Untuk asalan apa aku menjadi milikmu?”

“Aku juga bingung sih.” Dewi ini menjawab tanpa ragu. “Itu adalah tugas organisasi Tsukumo untuk memilih tumbal, aku tidak memilih siapa itu. Aku bahkan tidak tahu alasan dibaliknya. Dengan begitu, aku tidak tahu kenapa kamu terpilih.”

“…tidak, ya, meski begitu…”

“Meskipun aku seorang dewi, aku bukanlah sosok yang maha kuasa dan maha tahu.” Dengan ekspresi kerepotan, dia bicara, “Makanya, aku tidak tahu apa yang tidak aku ketahui. Jika kamu memang ingin tahu, kamu sebaiknya tanyakan pada Chiyo. Dia seharusnya tahu jawaban yang kamu cari.”

“Aku rasa itu mustahil, kalau begitu. Meski aku tanya Chiyo-san, dia tidak akan menjawab apapun, makanya aku bertanya padamu.”

“Aku mengerti. Kalau begitu, maka tidak ada yang dapat kamu lakukan. Menyerah saja.”

“Tidaktidak. Karena ini penting, kamu seharusnya membantu dalam suatu cara. Lebih penting lagi, karena kamu adalah dewi, seseorang dengan status besar, lebih besar dari Chiyo-san—”

“Naif sekali. Aku pikir sudah menjelaskannya cukup sederhana dan jelas, tapi kamu masih tidak mengerti. Aku harap kamu tidak, apa kamu benar-benar bodoh??”

“…”
Dia menunjukan ekspresi sangat cemas yang membuat Yuuki merasa sangat aneh.

“Tapi aku yakin dapat mengatakan ini?” Melihat Yuuki seperti itu, dewi ini menambahkan. “Aku bertemu denganmu seperti ini, dan bicara denganmu, merupakan suatu hal yang sangat aku nantikan. Dan saat ini, aku sangat menikmatinya. Bagiku, ini adalah segalanya.”

“…Jadi begitu. Terima kasih.”

Sekali lagi, tanpa maksud buruk, dia serius mengatakannya. Melihat sikapnya yang terus terang, Yuuki tidak bisa berkata apa-apa. Tidak tahu kenapa merasa malu.

“Roger. Aku mengerti.” Dia mengubah topik. “Lebih penting lagi, ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu hari ini.”

“Ya. Mari dengarkan.”

“Pertama, sebelum itu, aku ingin lebih mengenalmu. Pada dasarnya, yah, kita adalah pasangan nikah, benarkan? Ga salah, kan? Namun, tidak tidak mengenal satu sama lain. Mari mulai dengan mengenal satu sama lain terlebih dahulu.”

“Aku setuju denganmu, Yuuki. Aku juga ingin lebih mengenalmu. Segalanya harus mulai dari sana—aku senang tampaknya kamu tidak bodoh.”

“Terima kasih banyak. Ummm, kalau begitu, aku punya pertanyaan sekarang.”

“Tunggu, tunggu. Dari tadi, kamu selalu bertanya. Bahkan aku punya banyak hal yang ingin kuketahui tentang dirimu. Sekarang, adalah giliran aku yang tua dan pendek ini.”

“Yah, aku rasa aku sedikit terlalu memaksamu.” Untuk saat ini, dia harus menahannya. Tapi mulai dari mana dia harus mulai.

“Mari dengarkan mengenai masa lalumu.” Ini adalah permintaan sang dewi.

“Mengenai masa laluku…” Yuuki menggaruk kepalanya. “Ini mungkin cerita yang tidak menarik,juga?”

“Tidak masalah.”

“Terlebih lagi, ini merupakan sesuatu yang tidak ingin aku ingat.”

“Aku memaksa.”

Dewi ini niat sekali.
Dia sangat fokus, sampai dia tidak menyadari api di cerutunya telah menghilang. Sepertinya, tidak ada jalan keluar. Pada akhirnya, Yuuki memutuskan bicara apa yang dapat dirinya katakan.